Pasar Tradisional Lakessi Termegah di Indonesia
PAREPARE – Pasar Semi Modern Lakessi dinilai Bank Dunia sebagai pasar
tradisional termegah di Indonesia. Tim Urban Sector Development Reform
Project (USDRP), Endang Cahyani menegaskan hal ini dalam dalam pleno
evaluasi pelaksanaan agenda reform Kota Parepare, di Aula Bappeda Kota
Parepare, Selasa (5/4).
Bank Dunia lebih khusus USDRP kata dia, sangat terkesan dengan desain bangunan Pasar Lakessi. Endang mengatakan, pihaknya telah melihat langsung kondisi pasar yang menurutnya cukup representatif menjadi pasar semi modern. Dia berharap dalam waktu dekat Pemerintah Kota Parepare segera melakukan relokasi pedagang ke dalam pasar ini, sehingga bisa diperoleh pemasukan bagi pembayaran bunga pinjaman kepada Bank Dunia. Dia juga berharap, Pasar Lakessi dapat dikelola secara baik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Parepare dan sekitarnya. Untuk itu, Endang minta kepada Ketua Central Program Management Unit (CPMU) Kota Parepare, Amiruddin Idris, SH, MH yang memimpin rapat pleno tersebut, untuk mengkoordinasikan pengelolaan pasar Lakessi secara optimal. Rekomendasi lain adalah perlunya pemerintah kota memikirkan kesinambungan pemeliharaan pasar pasca pengoperasian tahun pertama. Pengalaman pada pengelolaan pasar-pasar di sejumlah daerah, kata dia, pemeliharaan senantiasa menjadi kendala. “Jangan sampai bangunan pasar yang megah ini, satu atau dua tahun ke depan menjadi kumuh,” ujarnya. Menanggapi hal ini, Amiruddin Idris yang juga Kepala Bappeda Parepare mengatakan, pemerintah daerah telah memiliki dokumen rencana tindak relokasi pedagang pasar yang dalam waktu dekat akan disampaikan kepada masyarakat. Soal pembayaran cicilan utang dan bunga kepada Bank Dunia, menurut Amiruddin Idris, tidak akan dilakukan dengan sistem recovery langsung, tetapi diprogramkan tersendiri dalam APBD Kota Parepare setiap tahunnya. Pemerintah daerah dan dewan kata dia, telah memiliki komitmen akan hal tersebut. Dengan cara ini, terangnya, pengelolaan Pasar Lekessi diharapkan bisa lebih profesional, meski pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan pasar terbesar di kawasan Ajattapareng ini, memang diperuntukan untuk membayar utang pada Bank Dunia. “Namun tidak harus dilakukan secara langsung, namun terlebih dahulu masuk ke kas daerah. Tidak seperti mobil pete-pete, orang naik – turun bayar. Kalau memang anggaran untuk pemeliharaan jumlahnya besar misalnya, maka dana yang masuk akan dialokasikan sebagian untuk pemeliharaan,” tegasnya. |
0 komentar:
Post a Comment
Nah apa komentar anda?