Lagi-lagi Polisi Jadi Artis
Kehebohan baru muncul di jejaring sosial.
Seorang polisi berpangkat Bripda, Saeful Bahri menjadi pergunjingan
menarik diantara kaum hawa karena kegantengannya. Kalau dahulu Briptu
Norman Kamaru (sekarang sudah keluar dari kepolisian) terkenal lewat lipsinc-nya
di You Tube maka Bripda Saeful Bahri terkenal lewat Twitter. Sebelumnya
ada juga seorang polisi wanita (polwan) cantik, Briptu Eka yang
kedapatan jepretan kamera di jalan saat bertugas juga menjadi
perbincangan seru di Kaskus.
Kalau mantan polisi Briptu Norman Kamaru terangkat namanya karena kemampuannya menyanyi dan berchayya – chayya ala
Sahrukh Khan, maka Briptu Eka dan Bripda Saeful Bahri terkenal karena
kecantikan dan ketampanannya. Tadi siang di kantor, seorang teman
bertanya apa pendapat saya tentang kegantengan Saeful Bahri. Meski saya
tidak berminat untuk menjawabnya, untuk tidak tersinggungnya teman
tersebut, akhirnya saya jawab juga, “iya ganteng sih, ganteng. Tapi apa
perlunya kegantengan itu dihebohkan. Kayak tidak ada berita lain saja”.
Ini sebenarnya gejala sosial apa ?. Apakah
mungkin masyarakat sudah sangat muak dengan berita - berita politik dan
korupsi yang sepertinya tiada ujungnya. Sepertinya begitu banyak
permainan dan sandiwara didalamnya, dimulai dari ruang diskusi publik,
di ruang rapat wakil rakyat sampai di ruang pengadilan yang ketika
ditonton oleh masyarakat malahan bikin ribet, tak menyelesaikan
persoalan, tidak menginspirasi dan malahan menambah beban pikiran.
Daripada pusing dengan itu semua mending nonton Kabar kabari, Silet,
Waswas, Insert, Kiss, dan tayangan infotainment lainnya.
Orang yang tidak mau pusing dicecoki pikirannya
dengan masalah politik, hukum dan ekonomi itu kemudian mencari
“kesenangan baru” yang lebih rileks. Orang – orang ini yang umumnya
berasal dari kalangan urban kota dan masyarakat pedesaan yang berkembang
lalu mencari—semacam idola baru—di situs jejaring sosial yang sudah
mewabah beberapa tahun terakhir ini. Kesenangan banyak orang di dunia
maya tersebut ikut difasilitasi oleh infotainmen dan menjadi kehebohan
tersendiri ditengah masyarakat. Masyarakat kemudian senang karena bisa
saling menertawakan “kebodohan” masing – masing, menjadi semacam hiburan
yang menyegarkan, Norman Kamaru, Keong Racun, Ayu Tinting, Udin
Sedunia, sampai Bripda Saeful Bahri adalah contoh - contohnya.
Yang terakhir ini, menghebohkan kegantengan
memang sedikit aneh. Sebenarnya mengeksploitasi kegantengan dan
kecantikan jauh lebih dulu dilakukan oleh produser dan sutradara
sinetron. Coba saja lihat sinetron yang ada, meskipun ceritanya tidak
menarik dan berputar – berputar tetap saja digemari karena dibintangi
oleh artis – artis cantik dan ganteng. Apa yang salah dengan kegantengan
atau kecantikan artis – artis, baik penyanyi maupun pemain sinetron
sehingga masyarakat harus menggilai kegantengan lain diluar dunia entertainment.
Di panggung artis, coba pikir kurang ganteng
apa seorang Dude Herlino, Gunawan, Raffi Ahmad, Indra Brugman, Afgan,
Teuku Ryan, Teuku Wisnu, Rizki Aditya, Nicholas Saputra, dan yang
lainnya sehingga masyarakat khususnya kaum hawa masih mencari sosok
ganteng lain di luar dunia artis. Coba pikirkan kurang cantik apa
seorang Syahrini, Luna Maya, Aura Kasih, Nikita Willy, Carissa Puteri,
Cinta Laura, dan yang lainnya sehingga masyarakat khususnya kaum Adam
masih mencari sosok cantik lain seperti Briptu Eka. Lalu, di panggung
politik, coba pikir kurang ganteng apa seorang Nazaruddin, Anas
Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan bahkan Presiden kita sendiri, SBY
adalah sosok yang ganteng.
Apa yang salah dengan kegantengan dan kecantikan
mereka sehingga tak bertahan lama diidolakan, bahkan ada diantaranya tak
layak diidolakan. Beberapa yang lainnya lagi malahan dihujat dan
fotonya dibakar. Politisi Partai Demokrat yang kini tersangkut kasus
Wisma Atlet, Angelina Sondakh. Jangan tanyakan lagi kurang cantik apa,
lha yang ini mantan Puteri Indonesia tapi toh kecantikannya tak
menolongnya untuk sekedar sedikit mendapatkan simpati dan empati. Ya,
suatu saat akan terbongkar pada waktunya, sesuatu dibalik kecantikan
itu. Dilihat dari kacamata psikologi sosial, kita baru tersadar bahwa
masyarakat kita memang haus akan hadirnya idola – idola baru yang segar.
Fenomena idola baru dengan hadirnya Bripda Saeful
Bahri dan Briptu Eka bukan semata soal kegantengan atau kecantikan.
Umumnya masyarakat memang sudah muak dan bahkan bosan dengan wajah –
wajah lama yang meskipun ganteng dan cantik tapi bermasalah soal kerja,
kepribadian, dan tingkah laku. Dengan kata lain, “Buat apa mengidolakan
seorang ganteng terkenal, kaya dan berkuasa, kalau orangnya sudah tidak
mampu menyelesaikan persoalan, koruptor lagi !. Jadi, mending
mengidolakan seorang ganteng miskin dan berpangkat rendah tapi simpatik
dan sedikit bisa menunjukkan empati”. Nah Lho. (*)
0 komentar:
Post a Comment
Nah apa komentar anda?